“Ah, Yandi! Tadi ada surat yang dikirim untukmu. Aku letakkan di atas mejamu,”
“Oh, thanks bro! Nanti kuperiksa deh,” balasku pada Danuh,
salah satu rekan kerjaku di kantor.
Hari ini aku benar-benar kehabisan ide. Aku adalah seorang wartawan
di salah satu majalah bulanan khusus sepakbola. Sejak awal tahun ini, aku
bertugas di halaman “Future Star” yang membahas pemain-pemain yang diprediksi
menjadi bintang lapangan hijau, baik dalam maupun luar negeri. Tapi, hari ini
aku benar-benar buntu. Tidak ada satu nama pun yang singgah di kepalaku. Padahal
deadline sudah menunggu nanti jam 10 malam. Pergi keluar kantor untuk mencari
wangsit pun tidak ada efeknya. Entahlah, mungkin nanti tiba-tiba ada mukjizat yang
mampir.
Oh, aku hampir saja melupakan surat di atas mejaku. Kubaca
nama pengirimnya.
“Hei, ini dari Smith!” teriakku girang.
Roger Smith adalah teman penaku dari Inggris. Dia adalah
wartawan sepakbola sama sepertiku, hanya saja dia wartawan lepas. Aku pertama
kali bertemu dengannya saat aku bertugas ke Southampton, sekitar 3 tahun yang
lalu. Karena dia agak sedikit gaptek, jadi aku berkirim pesan dengannya melalui
surat. Agak jadul memang, tapi lumayan seru ternyata.
Sudah 6 bulan sejak terakhir kali dia mengirim surat, jadi
aku sedikit antusias saat membukanya.
Amplopnya sedikit besar. Di dalam amplop ini berisi banyak sekali artikel tentang sepakbola. Mungkin
ini artikel-artikel yang pernah dia tulis. Ah, ada sepucuk surat di antara
artikel-artikel ini.
Dear Yandi
Apa kabar Yandi? Semoga sehat-sehat saja ya. Aku luar biasa
sehat nih. Maaf, aku baru mengirim surat setelah sekian lama, haha. Aku punya
cerita bagus. Kamu tahu, selama 1,5 tahun ini aku mengikuti karir seorang pemain
yang bermain di divisi bawah. Kamu tahu sendiri, aku sangat suka mengikuti
perkembangan talenta hebat di divisi bawah. Pemain ini luar biasa. Tidak, dia
lebih dari luar biasa. Aku yakin dia akan menjadi pemain kelas dunia.
Dia adalah pemain asal Indonesia. Benar Yandi, dia berasal
dari negaramu. Saat ini dia bermain di kesebelasaan Kota Chester. Chester saat
ini bermain di divisi 3 setelah berhasil promosi musim lalu. Dan musim ini, untuk
sementara mereka sukses memuncaki klasemen. Padahal 2 musim lalu mereka masih
main di divisi 5. Tapi bukan itu yang akan kuceritakan, bukan tentang
kesebelasan Chester. Dengarkan ceritaku baik-baik.
Setiap pemain sepakbola pasti ingin bermain di Eropa. Tidak
sekedar bermain di Eropa, tapi bermain untuk kesebelasan top Eropa. Entah itu
di Inggris, Italia, Jerman, Spanyol, Perancis, maupun Belanda. Anak ini juga
sama. Namanya Dani Putra, dia berasal dari Bukittinggi. Aku tidak tahu itu di mana,
tapi kamu pasti lebih tahu di mana letak Bukittinggi. Dia adalah penggemar berat
kesebelasan London Merah. Dalam wawancara apapun, dia selalu menyebutkan tentang mimpinya
bermain di kubu London Merah. Mimpi itu juga yang pada akhirnya membawanya ke tanah
Inggris. Singkat cerita, dia berangkat ke Inggris untuk bermain di kesebelasan
Kota Bradford yang bermain di divisi 3. Aku tidak tahu bagaimana ceritanya,
yang jelas dia berangkat ke Bradford empat tahun yang lalu. Dani yang saat itu
masih 16 tahun berharap bermain di Bradford akan menjadi batu loncatan bagi
karirnya di Inggris.
Tapi kenyataan memang terlalu kejam dan tak sesuai dengan
harapan. Setelah menjalani 1 musim penuh dengan menjadi penghangat bangku cadangan,
akhirnya dia menikmati posisi starter pada musim keduanya. Tapi nasib berkata
lain, dia ditempatkan di posisi sayap kanan yang bukan posisi terbaiknya. Kemampuan
terbaiknya adalah mengumpan. Dia punya visi dan kreativitas yang baik, ditunjang akurasi
umpan pendek maupun panjang yang sama baiknya. Jadi, dia lebih cocok berperan
sebagai pengatur tempo dan pembagi bola. Sebenarnya tidak ada masalah jika dia
ditempatkan di sisi sayap dengan tujuan memberi umpan lambung. Tapi sayangnya,
dia bukan pemain dengan tipe penggiring bola. Dia tidak punya kecepatan dan
dribble yang mumpuni untuk menyisir sisi sayap. Atribut umpan yang akurat
menjadi sia-sia karena ketidakmampuannya bermain dari sektor sayap.
Sudah jelas, karena tidak bermain di posisi terbaiknya,
penampilannya pun cenderung biasa-biasa saja. Akhirnya Dani hanya menikmati
posisi starter sebanyak 10 laga, sisanya sebagai pemain pengganti sebanyak 12
kali. Dua musim yang terbilang tidak istimewa, bahkan luar biasa buruk bagi Dani
di tanah Inggris. Entah apa yang ada di benak manajer Bradford, Steve Richard,
yang tidak pernah sekalipun menempatkan Dani di posisi terbaiknya, posisi nomor 10. Pihak manajemen
berniat memutus kontraknya dan memulangkannya ke Indonesia. Sampai akhirnya
datang tawaran dari Chester, kesebelasan divisi 5 Liga Inggris. Manajer
Chester, Bruce Rodgers, yakin mampu memaksimalkan kemampuan terbaik seorang Dani
Putra.
Gajinya di Chester sangat kecil, hanya sekitar 20 ribu
poundsterling per tahun. Tapi Dani tanpa pikir panjang langsung menerima tawaran
dari Chester. Dia ingin menghidupkan kembali karir sepakbolanya dari bawah. Dia
menolak menyerah atas kegagalan karirnya di Inggris selama 2 musim. Kamu tahu,
dia adalah seorang pekerja keras. Di tengah kesibukannya latihan, dia masih
menyempatkan diri kerja sambilan di restoran pizza di Kota Chester. Aku pertama
kali bertemu dengannya di restoran ini, sekitar 1,5 tahun yang lalu. Semua
orang di restoran membicarakan tentang kehebatan Dani. Tidak, bahkan hampir
seluruh kota membicarakan kehebatannya. Hanya dalam waktu 7 bulan dia sudah
menjadi idola publik Kota Chester. Hal itu yang membuatku mulai mengikuti perkembangan
karirnya di Chester. Dan sisanya, Abrakadabra! Dia benar-benar menyihirku. Dia
memang sehebat pembicaraan banyak orang. Kemampuannya sangat alami, dia
berbakat sejak lahir. Aku heran kenapa Richard menyia-nyiakan bakat sealami
itu. Memang, aku pernah mendengar kalau Richard punya sentimen terhadap orang
Asia. Tapi menurutku itu alasan yang sangat konyol.
Penduduk Chester sampai menjulukinya “the Little Conductor”,
merujuk pada perannya sebagai pengatur tempo permainan dan tubuh kecilnya yang
hanya 174 cm. Di Chester karirnya terus berkembang. Di musim pertamanya dia
sukses mengantarkan Chester promosi ke divisi 4. Di musim keduanya lagi-lagi
Chester sukses promosi ke divisi 3. Walaupun partisipasi Chester di Piala FA
dan Piala Liga dalam 2 musim terakhir masih tidak terlalu menggembirakan. Tapi
setidaknya musim ini dia berhasil membuktikan mampu menjadi pemain penting di
divisi 3 dengan mengantarkan Chester ke puncak klasemen sementara sampai pekan
ke-10. Hal ini seolah membuktikan kemampuannya pada Richard. Richard yang masih menukangi Bradford belum sanggup membawa
Bradford mentas dari divisi 3. Sebaliknya, Dani dan Chester terus meroket setiap musimnya. Dan kabar baiknya, Chester akan bertandang ke
markas Bradford hari Minggu pekan depan. Mungkin kali ini Dani akan benar-benar membungkam mulut Richard, hahaha. Kamu harus menyaksikannya, Yandi!
Tapi, kekagumanku sebenarnya pada Dani bukanlah pada kehebatan
bakatnya. Kerja keras dan karakternya yang membuatku begitu kagum. Sampai saat
ini dia masih bekerja sambilan di restoran pizza. Sosoknya yang sangat ramah
dan penuh senyum membuatnya begitu dicintai penduduk Chester. Dia juga
menyatakan kesetiaannya pada Chester saat ada ketertarikan dari kesebelasan
divisi 2, Cardiff, di awal musim ini. Dia akan bertahan setidaknya sampai
kontraknya habis 3 musim mendatang. Dia berkomitmen membawa Chester terbang
setinggi-tingginya. Perpaduan dari bakat, kerja keras, dan karakter yang kuat
telah membuat dia menjadi idola bagi banyak orang. Kisah perjuangannya mengingatkanku
pada komik Kapten Tsubasa, hahaha. Intinya, aku yakin dia akan menjadi bintang besar
lapangan hijau dalam satu dekade ke depan. Tidak, mungkin dia akan menjadi
legenda yang diingat selamanya.
Ah, sepertinya suratku terlalu panjang. Sudah ya, kapan-kapan
kukirim surat lagi. Oh ya, jangan lupa baca artikel-artikel yang kukirim.
Salam
Roger Smith
“Ini dia,” batinku.
“INI DIA!” kali ini aku berteriak.
“Ini pasti menjadi artikel yang
sangat bagus!”
Aku segera berlari menuju ruang informasi. Aku ingin mencari
informasi sebanyak mungkin. Aku ingin segera menulis artikel tentang seorang
pemuda Indonesia yang tengah merajut mimpi di tanah Inggris, tanah di mana
sepakbola diciptakan. Ini bukan mimpi, mukjizat benar-benar datang padaku.
Comments
Post a Comment