Panasnya tensi politik di Semenanjung
Korea akhir-akhir ini nampaknya akan membuat hubungan Amerika Serikat (AS) dan
Tiongkok menjadi semakin renggang. Sinyal ini muncul dari ‘cuitan’ Presiden AS
Donald Trump dalam akun Twitter-nya di awal September. Trump menyatakan bahwa
AS akan mempertimbangkan opsi untuk memutus hubungan dagang dengan siapapun negara
yang menjalin bisnis dengan Korea Utara. Pernyataan ini tentunya cukup
mengejutkan mengingat rekan bisnis terbesar Korea Utara adalah Tiongkok, dimana
90% barang-barang yang masuk ke Korea Utara berasal dari Tiongkok. Itu artinya
hubungan dagang AS-Tiongkok akan terancam berakhir.
Hubungan
dagang AS-Tiongkok sebenarnya jauh lebih mesra dibandingkan apa yang diperkirakan
masyarakat selama ini. Dengan total nilai perdagangan barang dan jasa yang
mencapai 648,2 miliar dolar AS pada tahun 2016, Tiongkok adalah rekan bisnis nomor
1 bagi AS, sekaligus pasar terbesar ketiga untuk barang-barang buatan AS.
Bahkan laporan dari Oxford Economics menyebutkan bahwa hubungan dagang
AS-Tiongkok telah membantu masyarakat AS menghemat sebesar 850 dolar tiap tahunnya.
Jika hubungan
dagang AS-Tiongkok ternyata sepenting itu, pertanyaan yang kemudian mengemuka
adalah beranikah AS memutus hubungan dagang dengan Tiongkok? Beranikah AS mengambil
tindakan sesuai dengan cuitan Trump di akun Twitter-nya? Jika mempertimbangkan
fakta-fakta tersebut, jawaban yang masuk akal tentu adalah “tidak berani”. Pemutusan
hubungan dagang dengan Tiongkok justru akan melukai perekonomian AS sendiri,
khususnya bagi konsumen di sana. Namun, saya lebih memilih untuk menjawab, “Ya,
Trump berani”.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa AS
saat ini dipimpin oleh sosok yang kontroversial. Jika rekam jejak
kontroversialnya sebelum menjabat presiden AS belumlah cukup, maka pernyataan
dan kebijakannya selama duduk di kursi kepresidenan akan membuat kita kembali mengernyitkan
dahi. Di masa jabatannya yang belum genap setahun, serangkaian hal
kontroversial telah dilakukan oleh pemerintahan Trump. Mulai dari pernyataannya
untuk mengakhiri perjanjian NAFTA yang dianggapnya sebagai perjanjian terburuk
sepanjang sejarah AS; lalu rencana membangun tembok pemisah AS-Meksiko untuk
mencegah imigran gelap Meksiko yang dia labeli sebagai pembawa masalah; hingga mengancam
untuk menutup pemerintahannya (shutdown)
jika rencana pembangunan tembok tersebut dicegah oleh kongres. Belum lagi pemerintahan
Trump juga telah memberlakukan sanksi kepada sejumlah perusahaan dan individu
asal Tiongkok yang disinyalir mendukung rezim Korea Utara.
Jika label kontroversial saja belum
cukup, maka Trump juga dapat dilabeli sebagai sosok yang tak terduga. Lihat
saja bagaimana perubahan sikap Trump terhadap Afghanistan dan Rusia. Pada
awalnya Trump menganggap perang di Afghanistan hanya menghabiskan waktu dan
biaya. Alih-alih menarik pasukan AS dari Afghanistan, Trump justru akhirnya
memutuskan untuk menambah pasukan dan melanjutkan perang berkepanjangan di
Afghanistan. Trump pada awalnya juga mengindikasikan akan melakukan perbaikan
hubungan diplomatik dengan Rusia. Tapi, lihat apa yang dilakukannya sekarang?
AS justru melakukan perang diplomatik dengan Rusia dengan memaksa Rusia menutup
konsulat mereka di San Fransisco, dimana hal tersebut jelas-jelas merupakan
pelanggaran perjanjian Vienna.
Dengan sikapnya yang kontroversial dan
tak terduga, maka saya tidak akan heran apabila Trump kemudian berani untuk
memutus hubungan dagang dengan Tiongkok. Meskipun pemutusan tersebut diprediksi
akan berdampak buruk terhadap perekonomian AS, namun saya kira Trump akan
mengesampingkan hal tersebut. Ingat, Trump adalah sosok yang kontroversial dan
tak terduga. Dampak buruk tersebut tidak serta merta akan mampu menghalangi
keinginan Trump. Saya kira ini juga adalah kesempatan emas bagi Trump untuk membuktikan
bahwa AS dapat kembali berjaya tanpa menggantungkan diri pada perdagangan dengan
Tiongkok, sesuai dengan semboyan yang diusungnya “Make America Great Again”. Namun, tentu saja itu hanya berlaku
apabila Donald Trump benar-benar siap untuk menghadapi upaya pemakzulan yang
mungkin ia terima jika benar-benar memutus hubungan dagang dengan Tiongkok.
Comments
Post a Comment