Masyarakat dunia dalam sebulan
terakhir dibuat cemas oleh potensi pecahnya perang di Semenanjung Korea. Panasnya
situasi di Semenanjung Korea terjadi karena kedua kubu yang terlibat sama-sama
enggan mengendurkan agresivitasnya. Korea Utara kembali melakukan uji coba
rudal untuk kesekian kalinya, mereka bahkan mengklaim telah sukses mengujicobakan
bom hidrogen yang sempat memicu terjadinya gempa palsu. Di sisi lain, Amerika
Serikat (AS) dan Korea Selatan melakukan latihan militer besar-besaran yang
dianggap Korea Utara sebagai tindakan provokasi. Situasi menjadi kian panas
ketika Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa AS telah mencoret opsi diplomatik
dengan Korea Utara. AS bahkan memperingatkan akan menggunakan opsi militer
apabila Korea Utara melakukan tindakan yang dapat mengancam keamanan
negara-negara aliansi.
Atas tindakan provokatif Korea Utara, AS
menginginkan agar Korea Utara diberi sanksi yang seberat mungkin. Namun, Rusia
dan Tiongkok tidak setuju dengan rencana pemberian sanksi karena dianggap tidak
akan menghasilkan apapun. Rusia dan Tiongkok mengusulkan solusi “double freeze” dimana Korea Utara harus
menghentikan program nuklir & rudalnya sebagai ganti penghentian latihan
militer oleh AS dan Korea Selatan. Rusia dan Tiongkok beranggapan bahwa opsi
diplomatik adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ini. Akan
tetapi, AS secara tegas menolak usul tersebut dan tetap bersikukuh agar Korea
Utara diberi sanksi seberat-beratnya.
Lalu, opsi apa yang sebaiknya dipilih agar
dapat meredakan ketegangan ini? Opsi militer jelas bukan pilihan, masyarakat
dunia telah menyaksikan bagaimana kekuatan militer meluluhlantakkan Afghanistan,
Irak, Libya, hingga Suriah. Pemberian sanksi mungkin mampu menghentikan agresivitas
Korea Utara, namun saya kira hanya akan berlangsung sementara. Selama militer AS
masih bercokol di kawasan tersebut, Korea Utara akan selalu merasa tidak aman, sehingga suatu saat Korea
Utara pasti akan menunjukkan kembali agresivitasnya. Saya kira opsi diplomatik
adalah solusi terbaik, kedua pihak harus berdialog. Kedua pihak sebaiknya
menyetujui untuk mengentikan kegiatan militer masing-masing. Korea Utara
menghentikan program nuklir & rudalnya, sedangkan AS menarik pasukannya
dari kawasan tersebut.
Ketegangan di Semenanjung Korea timbul
karena masalah security dilemma. Kedua
pihak sama-sama berusaha meningkatkan pertahanannya, namun masing-masing pihak
merasa terancam dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Banyak pengamat
berpendapat bahwa tindakan Korea Utara sebenarnya adalah upaya pertahanan
semata, bukan upaya ofensif untuk memperbesar kekuasaan mereka. Justru yang
menjadi masalah adalah rasa keadilan AS yang keblinger. AS selalu merasa
kekuatan militer negara lain adalah sebuah ancaman yang harus dilenyapkan. Padahal
kekuatan militer AS yang nomor 1 di dunia adalah suatu ancaman nyata, bukan
hanya bagi Korea Utara namun juga bagi negara manapun di dunia. Situasi security dilemma hanya dapat terselesaikan
dengan 2 cara: kedua pihak sama-sama mengendurkan agresivitas atau keduanya
memutuskan untuk berperang, dimana yang kedua adalah hal yang sangat tidak
diinginkan. Saya kira “double freeze”
dari Rusia dan Tiongkok adalah solusi terbaik untuk meredakan ketegangan ini.
Masalahnya hanya mampukah keduanya melunakkan sikap keras kepala AS. Kita lihat
saja keputusan apakah yang bakal diambil oleh Dewan Keamanan PBB dalam waktu
dekat.
Comments
Post a Comment