Skip to main content

Cinta dan Penyesalan (Bagian 3)


“Kak! Kak! Halooo~ Kulo nuwun~ Permisi~ Kak! Kak! Bangun, kak!”
“Ah iya, dek!!!”

Astaga... Bisa-bisanya aku ketiduran di tempat seperti ini.
Malu banget rasanya... ya ampun.

“Kak, udah bangun?”
“Iya, udah dek. Mau daftar ekstrakurikuler Jepang, ya?” tanyaku dalam keadaan masih setengah sadar.
“Iya. Aku udah dari tadi di sini. Tapi, kakaknya nggak bangun-bangun dari tadi.”

Suaranya terdengar seperti sedang menahan tawa. 

“Aduh maaf, ya. Habis begadang sampai jam 3, jadi ngantuk banget. Ini formulirnya, diisi dulu, ya.”
“Oke, kak. Langsung kuiisi di sini aja deh.”

Aku hendak meminjaminya pulpen, tapi ternyata dia sudah punya. Tampaknya dia anak yang cukup rajin.

***
Kupandangi anak ini baik-baik. Perempuan yang cantik. Rambutnya hitam panjang, sedikit di bawah bahu. Kulitnya putih cenderung pucat. Tubuhnya langsing dan tinggi. Kira-kira lebih dari 160 cm.

“Kamu kelas 1?”
“Bukan, aku kelas 2.”
“Loh, berarti kita sama dong. Nggak usah panggil kakak kalo gitu. Panggil aja Alfa.”
“Ooohh, kukira tadi anak kelas 3.”
“Haaah~ anak kelas 3 payah. Mentang-mentah udah kelas 3, mereka lepas tangan dan nyerahin semuanya ke kelas 2. Akhirnya kami yang pontang-panting,” keluhku sedikit kesal.
“Hahaha, emang udah nasibnya kelas 2.”
 “Kuingat-ingat aku nggak pernah liat kamu waktu kelas 1. Atau akunya aja yang kurang sosialisasi,” kataku sambil menghela nafas.
“Haha, jelas aja nggak pernah lihat. Soalnya aku baru pindah ke sini semester ini.“
“Oalah, pantesan.” 

Pantas saja wajahnya terasa asing. Rupanya murid pindahan
.
“Oh ya, komik ini boleh diambil kok. Dari tadi belum banyak yang ngambil. Mungkin disangka dijual.”
“Wah, komik! Gratis nih?”
“Iya, gratis. Ya gara-gara komik ini aku begadang dan sempat ketiduran tadi,” keluhku.
“Wah, kamu yang bikin? Hebat banget!”
“Biasa aja kok.”

Pujiannya itu tidak terlalu membuatku senang. Tapi, aku merasa senang saat dia tersenyum ketika membaca karya yang kukerjakan dengan sistem kebut semalam itu.

“Formulirnya udah selesai diisi?”
“Ahhh, belum belum. Tinggal sedikit lagi. Maaf, jadi keasyikan baca komik. Sebentar kuiisi dulu.”
“Santai saja.”
“Selesai! Ini formulirnya.”
“Sip, formulirnya aku terima. Ekskulnya setiap hari Jumat jam 13.00 di ruang bahasa. Diingat-ingat ya.”
“Okeee. Eh, ini nggak ada uang pendaftaran?”
“Oh, nggak ada kok. Cuma ada iuran 5 ribu rupiah tiap minggunya.”
“Siap! Aku pergi dulu ya. Mau lihat-lihat booth ekstrakurikuler yang lain.”

Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil.

***
Tiba-tiba aku teringat sesuatu yang penting saat dia sudah jauh.

“Kalo mau tanya-tanya, follow twitter kita @nihonkurabu !”

Aku berteriak sekuat yang kubisa.
Anak itu hanya tersenyum sambil melambaikan tangan.
Dia pun segera menghilang dari pandanganku.

***
Hari ini baru ada 3 orang yang mendaftar. Mungkin ada banyak yang ingin mendaftar saat aku ketiduran tadi.
Aku hanya bisa menggaruk-garuk rambutku yang sebenarnya tidak gatal-gatal amat.

“Aahhh, aku lupa menanyakan namanya tadi.”

Kemudian, aku teringat pada formulir yang dia isi barusan.
Segera kuambil formulirnya dan kulihat nama yang tertulis di sana.

Risa Kirana Andriani

“Nama yang bagus. Secantik orangnya.” pikirku. 

(bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

ARTI SEBUAH KEMENANGAN

  “Sebentar lagi! Inilah saat yang sudah ditunggu-tunggu pemain dan juga pendukung London Merah!”. “Presiden Asosiasi Sepakbola Eropa, Mike Goldwin, akan menyerahkan trofi Piala Champions yang sudah diidamkan kubu London Merah selama puluhan tahun!” “Mike Goldwin sudah menyerahkan trofi Piala Champions kepada sang kapten, Luis Sanchez!” “Sanchez mengangkat trofi tinggi-tinggi! Tergambar jelas raut kebahagiaan di wajah seluruh pemain The Bullets!” “Lihat, bung Edwin. Rona sumringah manajer London Merah.” “Itu sudah pasti, bung. Ini adalah trofi Piala Champions perdana untuk kubu The Bullets…” . . . “Akhirnya…” Sebagai suporter London Merah, inilah momen yang kunanti-nantikan selama belasan tahun. Ejekan dan hinaan selama bertahun-tahun akhirnya terbayar lunas hari ini. Tidak akan ada lagi ejekan yang terpampang di akun parodi sepakbola. Lega rasanya. Itulah perasaanku saat ini. Aku bisa masuk kerja dengan jemawa Senin depan. Tapi… apa arti gelar juara ini

Cinta dan Penyesalan (Bagian 2)

Risa Kirana Andriani. Dia adalah teman sekelasku semasa kuliahku dulu. Sudah lama aku tidak mendengar kabar darinya. Tahu-tahu sekarang dia sudah mau menikah bulan depan. Waktu memang berlalu cepat sekali. Bukan begitu... Risa bukanlah sekedar teman bagiku. Dia adalah wanita yang dulu pernah kucintai semasa kuliah. Dia adalah orang spesial yang pernah singgah di hatiku. Tidak, itu juga bukan... Mungkin, sampai sekarang aku masih mencintainya. Aku berkata ‘mungkin’ karena aku masih merasakan sesuatu saat mengetahui kabar tentang Risa setelah sekian lama tak bertemu. Terutama ketika aku tahu bahwa dia akan menikah. Itu membuatku sangat syok. *** “Pak, ini skrip yang tadi sudah selesai saya terjemahkan.” “Wah, kerjamu memang cepat. Terima kasih banyak ya, dek Alfa.” “Sama-sama, pak.” “Oh, sekarang sudah hampir jam 4, ya? Kamu boleh siap-siap pulang, deh. Toh, sudah tidak ada pekerjaan lagi dan kantornya sudah sepi dari tadi.” “Baik, pak. Saya permisi kalau

Wonderkid

My name is YH, 16 years old, professional footballer. I play as striker for a brand-new club in the first division, next year is gonna be our 3rd anniversary. I signed my professional contract when I was still 14 years old. That's why people started calling me wonderkid. They might be right. We won league in our first season. I do score, I do assist, sometimes score match-winning goals for the club. What an unforgettable season. Later, they choosed me as the Best Player of the Season. For a teenager, people say it's amazing. People started to make comparison. Next Pele, New Maradona, New Zidane, Next Messi, New Ronaldo, and so on, and so on. But, I don't deserve it, people should give the credit to our world-class manager. His experience in word-class competition takes us to another level. What a great manager we have. People should praise the other players too, without them we never won the league. Everyone has different role. They did excellent job on their respectiv