Skip to main content

Cinta dan Penyesalan (Bagian 2)



Risa Kirana Andriani.

Dia adalah teman sekelasku semasa kuliahku dulu. Sudah lama aku tidak mendengar kabar darinya. Tahu-tahu sekarang dia sudah mau menikah bulan depan. Waktu memang berlalu cepat sekali.

Bukan begitu...

Risa bukanlah sekedar teman bagiku. Dia adalah wanita yang dulu pernah kucintai semasa kuliah. Dia adalah orang spesial yang pernah singgah di hatiku.

Tidak, itu juga bukan...

Mungkin, sampai sekarang aku masih mencintainya.

Aku berkata ‘mungkin’ karena aku masih merasakan sesuatu saat mengetahui kabar tentang Risa setelah sekian lama tak bertemu. Terutama ketika aku tahu bahwa dia akan menikah. Itu membuatku sangat syok.

***
“Pak, ini skrip yang tadi sudah selesai saya terjemahkan.”
“Wah, kerjamu memang cepat. Terima kasih banyak ya, dek Alfa.”
“Sama-sama, pak.”
“Oh, sekarang sudah hampir jam 4, ya? Kamu boleh siap-siap pulang, deh.
Toh, sudah tidak ada pekerjaan lagi dan kantornya sudah sepi dari tadi.”
“Baik, pak. Saya permisi kalau begitu.”

***
Terdengar suara klakson di mana-mana, menambah rasa penat yang menumpuk hari ini.

Aku selalu benci suasana Jakarta yang macet saat jam pulang kerja. Perasaan tidak bisa segera beristirahat setelah kepenatan selama seharian membuatku muak dengan kondisi ini. Terkadang aku ingin sekali meninggalkan kota ini, meninggalkan keramaian Kota Jakarta. Kota ini begitu ramai dan padat, tapi di sisi lain kau seolah merasa sendirian di tengah kota yang penuh dengan hiruk pikuk ini. Terkadang kau akan merasa begitu asing dengan suasana yang diciptakan kota ini.


***
Setelah terbebas dari kemacetan, tiba-tiba aku merasa tidak ingin segera pulang ke kontrakan.

“Aku akan mampir ke kafe dekat sini saja,” pikirku.

Kuberhentikan sepeda motorku di sebuah kafe. Sebuah kafe asing yang belum pernah kukunjungi sebelumnya. Aku tak peduli, yang penting aku bisa menghabiskan beberapa saat dengan secangkir kopi.

***
Tidak terasa sudah 3 tahun berlalu sejak wisuda. Dan ini adalah pertama kalinya ada kabar tentang teman kuliahku yang akan menikah. Mungkin ini memang sudah masanya teman-temanku akan mulai menikah satu per satu. Aku yang sekarang bahkan tidak punya gambaran tentang seperti apa pernikahan itu. Jangankan punya gambaran, memikirkan soal pernikahan saja aku tidak pernah. Selain memang tidak ada calonnya, memikirkan tentang pernikahan membuatku sakit kepala.

Aku sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Risa jauh sebelum wisuda. Kontaknya masih tersimpan rapi di nomorku, meskipun telah berulang kali aku berganti-ganti ponsel. Hanya saja dia tidak pernah menghubungiku lagi. Aku juga tidak lagi punya keberanian untuk sekedar mengirim pesan padanya. Dan tahu-tahu dia sekarang sudah mau menikah. Lucu sekali. Setidaknya aku ingin bertemu dengannya sekali saja sebelum dia menikah. Tapi, aku tidak tahu apa aku masih punya keberanian untuk melihat wajahnya lagi.

***
Saat ini, aku tidak tahu apa-apa tentang dia setelah kami lulus kuliah. Di mana dia sekarang atau apa pekerjaannya saat ini, aku sama sekali tidak tahu.


Tidak...


Sejak dulu, aku memang tidak mengetahui apapun tentang Risa...



(bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

ARTI SEBUAH KEMENANGAN

  “Sebentar lagi! Inilah saat yang sudah ditunggu-tunggu pemain dan juga pendukung London Merah!”. “Presiden Asosiasi Sepakbola Eropa, Mike Goldwin, akan menyerahkan trofi Piala Champions yang sudah diidamkan kubu London Merah selama puluhan tahun!” “Mike Goldwin sudah menyerahkan trofi Piala Champions kepada sang kapten, Luis Sanchez!” “Sanchez mengangkat trofi tinggi-tinggi! Tergambar jelas raut kebahagiaan di wajah seluruh pemain The Bullets!” “Lihat, bung Edwin. Rona sumringah manajer London Merah.” “Itu sudah pasti, bung. Ini adalah trofi Piala Champions perdana untuk kubu The Bullets…” . . . “Akhirnya…” Sebagai suporter London Merah, inilah momen yang kunanti-nantikan selama belasan tahun. Ejekan dan hinaan selama bertahun-tahun akhirnya terbayar lunas hari ini. Tidak akan ada lagi ejekan yang terpampang di akun parodi sepakbola. Lega rasanya. Itulah perasaanku saat ini. Aku bisa masuk kerja dengan jemawa Senin depan. Tapi… apa arti gelar juara ini

Wonderkid

My name is YH, 16 years old, professional footballer. I play as striker for a brand-new club in the first division, next year is gonna be our 3rd anniversary. I signed my professional contract when I was still 14 years old. That's why people started calling me wonderkid. They might be right. We won league in our first season. I do score, I do assist, sometimes score match-winning goals for the club. What an unforgettable season. Later, they choosed me as the Best Player of the Season. For a teenager, people say it's amazing. People started to make comparison. Next Pele, New Maradona, New Zidane, Next Messi, New Ronaldo, and so on, and so on. But, I don't deserve it, people should give the credit to our world-class manager. His experience in word-class competition takes us to another level. What a great manager we have. People should praise the other players too, without them we never won the league. Everyone has different role. They did excellent job on their respectiv